Monday, March 8, 2021

Santoso Kartoatmodjo - Ketua Umum Pertama PSHT

Santoso Kartoatmodjo - Ketua Umum Pertama PSHT


Ilmusetiahati.com - Santoso Kartoatmodjo lahir 10 Oktober 1910 dan wafat di Surabaya pada 25 Pebruari 1990 Ayahnya bernama Kartodimedjo alias Kerto Lampu dan ibunya bernama Suminah. Kedua orang tua Santoso ini tinggal di Oro-Oro Ombo Madiun. Kartodimedjo merupakan saudara SH Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan menitipkan anaknya untuk dilatih pencak kepada Ki Hadjar Hardjo Oetomo.

Pendidikan Santoso  Kartoatmodjo yang pernah dijalaninya selain belajar pencak silat pada Ki Hadjar, yakni ia sekolah di HIS Madiun, MTS (Midlebare Teknik School) di Surabaya. Ketika di MTS ini ia sekelas dengan Moh. Irsyad. Setelah lulus dari MTS ia bekerja. Dengan berbekal pendidikan baik dari Ki Hadjar atau sekolah formal ini, Santoso muda diberi keistimewaan Allah mudah mendapatkan tempat bekerja. Instansi/perusahaan yang pernah ia tempati bekerja di antaranya yaitu di Perusahaan Marine Surabaya (sekarang PT.PAL), Pabrik Gula Rejo Agung Madiun.

MAKAM SANTOSO PSHT

Keistimewaan lain yang diberikan Allah kepadanya, ia dipercaya menjadi Kepala Jawatan Listrik dan Gas Madiun sampai tahun 1947. Jiwa nasionalisme hingga pada masa Clash Belanda I, ia pernah dituduh dan ditangkap karena dianggap telah melakukan sabotase pemboman PLTA Gondosuli Madiun hingga di masukkan dalam penjara Madiun oleh Belanda. Sekitar 6 bulan kemudian, ia dilepas kembali. Hal ini dibenarkan putra Santoso yang masih hidup. Ia mengatakan, “Dimas leres peristiwa Gondosuli itu”.

Pada tahun 1948, Santoso Kartoatmodjo juga ikut berpatisipasi mendirikan IPSI dan menjadi Ketua IPSI untuk Bidang Organisasi, mendapat gelar Pendekar Utama Indonesia pada tahun 1981. Hal ini seperti yang dikatakan Bambang Soewignyo putra Santoso Kartoatmodjo bahwa, “Bopo (Pak Santoso) tumut ngedegaken IPSI tahun 1948, dados Ketua IPSI Bidang Organisasi, mendapat gelar Pendekar Utama Indonesia dari IPSI tahun 1981. Dokumen-dokumen saged kulo kintun bokbilih wonten nomer WA panjenengan. Dados wonten 2 (dua) sosok pendekar PSHT ingkang dados Pengurus IPSI Pusat. P. Santoso kaliyan Mas Taufik. Ingkang pikantuk gelar Pendekar Utama Indonesia namung P. Santoso. Mas Taufik sampun kula aturi dokumenipun. Bandingkan dengan peryataan Ketum PSHT 2016- 2021 M. Taufiq. Ia mengatakan yakni, “yang pernah jadi pengurus PB IPSI banyak Mas, apalagi pada saat awal perkembangan PB IPSI. Hal ini karena PSHT sebagai salah satu Pendiri PB IPSI dan terus aktif berperan sampai saat ini. Selain pernah memberikan gelar Pendekar Utama kepada Bapak Santoso, PB IPSI juga pernah memberikan gelar Pendekar Utama kepada Bapak Presiden RI. Dan Salah satu yang mendapat gelar Pelatih Utama PB IPSI adalah Kangmas Sipit”.

Keistimewaan Santoso Kartoatmodjo lainnya, ia dikarunia Allah menjadi sosok yang terbuka (inklusif), hingga rumahnya terbuka untuk siapa saja, lebih-lebih saudara SH yang ingin belajar. Hal ini tidak heran karena dalam dirinya muncul jiwa pendidik yang diwariskan gurunya Ki Hadjar Hardjo Oetomo. Ini semua seperti yang dikemukakan Bambang Soewignyo putra Santoso yakni, “hampir setiap malam Pak Tomo belajar jurus Tingkat II (dua) di rumah karena Mbah Hardjo tidak sempat memberi pelajaran sejak stroke tahun 1945 dan tahun 1948 sudah tidak bisa duduk lagi”. Adapun menurut Nur Hadi Abas yang juga mendapat penjelasan dari Bambang Soewignyo putra Santoso bahwa, “Pak Tomo, Pak Badini, Pak Harsono latihan Tingkat II dan III di rumah saya karena Mbah Hardjo tidak sempat melatih karena gerah stroke sejak tahun 1945 dan PSC diserahkan ke Pak Hasan Soewarno”.

SANTOSO KARTOATMODJO

Santoso Kartoatmodjo juga merupakan guru dan mendirikan Sekolah Teknik I Madiun yakni STP (Sekolah Teknik Pertama) setingkat SMP untuk masa sekarang. Setelah mendirikan STP, ia mendirikan STM Madiun dam STM Kediri hingga pensiun sebagai guru tinggi. Selain di atas, Allah memberikan keistimewaan kepada Santoso yakni, ia juga pernah diwasiati Ki Hadjar Hardjo Oetomo sebelum guru dan pelatih silatnya wafat. Di antara wasiatnya adalah kumpulkan saudara Sedulur Tunggal Kecer, buat wadah yang kuat, lestarikan ajaran saya. Kemudian ditunjuklah R.M. Soetomo Mangkoedjojo dengan pertimbangan saudara yang termuda untuk bertugas mengumpulkan saudara-saudara SH. Tempat pertemuan ditetapkan di rumah Santoso di Jalan Dr. Soetomo No.76 Madiun hingga berhasil dikumpulkan sebanyak 30 saudara, antara lain:

  1. R.M. Soetomo Mangkoedjojo
  2. Hadiwijoyo
  3. Moh. Irsyad
  4. Umar Karsono
  5. Harjo Marjut
  6. Salyo HS
  7. Raden Sumaji
  8. Muntoro
  9. Raden Bambang Sudarsono
  10. Sulaiman
  11. Jendro Darsono
  12. Sumodiran
  13. Sugiarto
  14. Sukiman
  15. Sumo Sudarjo
  16. Makun
  17. Arsidin
  18. Sayogyo
  19. Harjo Giring
  20. Asmadi
  21. Harjo Wagiran
  22. Darmadi
  23. Harsono
  24. Suyono
  25. Badini
  26. Asmungi
  27. Suharyo
  28. Sastro Basuki
  29. Utomo Mulyoprojo
  30. Santoso Kartoatmojo (tuan rumah)

Selanjutnya pada tanggal 25 Maret 1951 nama PSHT dicetuskan. Dalam musyawarah tersebut menghasilkan di antaranya yakni terwujudnya AD dan ART serta lambang PSHT, terbentuknya susunan pengurus di mana Santoso (Ketua), Sumadji (Sekretaris), Bambang Soedarsono (Bendahara), Hardjo Mardjoet dan Badini (Pelatih). Dari informasi data ini kalau dianalisis sejatinya Ketua Umum pertama kali organisasi PSHT sejak memiliki AD/ART serta lambang PSHT bisa dibilang Santoso ini. Dipilih dan ditetapkannya Santoso sebagai Ketua saat itu sejatinya merupakan keistimewaan yang diberikan Allah kepadanya. Keistimewaan yang diberikan Allah kepada Santoso berikutnya yakni ketika ia memimpin PSHT menjadi pemimpin yang berjiwa nasionalis, demokratis, inklusif, inovatif dengan bukti mengeluarkan kebijakan dengan menyetujui usulan dengan memberlakukan hasil karya Moh. Irsyad berupa materi Senam 1 – 90, Senam Toya, Senam Belati dan Kerambit yang diajarkan sebelum Jurus Pokok. Dalam keterangan di atas Sakti Tamat menulis dengan istilah Senam Belati dan Kerambit. Dalam hal ini penulis mengutib apa adanya. Mungkin yang dimaksud itu Teknik untuk saat ini atau memang dulu masa Pak Santoso menyebutnya Senam Belati dan Kerambit. Selanjutnya seiring dengan perkembangan dan pergantian waktu dirubah istilah itu menjadi Teknik Belati dan Kerambit. Ini sangat logis jika Pada tahun 1966 kepemimpinan PSHT kembali diserahkan kepada R.M. Soetomo Mangkoedjojo. Menurut analisis penulis, kepemimpinan yang dijalankan Santoso ini sejatinya menunjukkan kepemimpinan yang inovatif, demokratif dan bukan otoriter serta konservatif.

Selain itu ia sejatiya seorang pemimpin PSHT yang juga berjiwa nasionalis. Karakter ini mucul dalam kepemimpinannya bisa jadi merupakan buah didikan dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang juga memiliki jiwa dan karakter yang inovatif, demokratis, nasionalis yang senantiasa berkarya untuk merubah peradaban agar hidup menjadi bermanfaat. Semua itu merupakan keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada Santoso. Sosok manusia seperti ini sejatinya merupakan sosok sebaik-baik manusia seperti dawuhe Kanjeng Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik manusia adalah yang hidupnya bermanfaat untuk manusia (Khoirun nas anfa’uhum lin nas). Adapun menurut Tjahjo Willis Gerilyanto Pendekar Sepuh PSHT dan Sekretaris Majelis Luhur PSHT 2016-2021, pada masa 1966 ini merupakan masa sulit PSHT yakni diterpa ujian berat akibat kondisi politik negara yang tidak kondusif. Untuk menyelamatkan PSHT dari kecurigaan mengikuti kelompok ekstrim kiri maka orang tua beliau yang waktu itu bertugas sebagai TNI AD menyarankan RM. Imam Koesoepangat tokoh PSHT untuk berkiblat ke Sekber Golkar, kita analogkan dengan sebutan nama Langgar untuk menyebut tempat ibadah umat Islam pada masa kecil saya, terus dirubah menjadi Mushollah dan sekarang setelah direnovasi namanya menjadi Masjid sehingga Mas Imam seketika itu keliling kota Madiun naik motor dengan membawa bendara Sekber Golkar. Cara itu kemudian menghapus kecurigaan aparat terhadap PSHT mengikuti kelompok ektrim kiri hingga saat itu PSHT aman dan tetap eksis dengan latihan dilakukan di rumah/kediaman Ibu Ambar orang tua RM Imam Koesupangat di Paviliun Barat Kabupaten Madiun. Latihan saat itu dibawah asuhan RM. Imam Koesupangat selanjutnya semua latihan PSHT di kota Madiun disatukan di Paviliun Barat Kabupaten Madiun dan mulai pakai seragam latihan baju silat warna kuning termasuk Panji PSHT dasar kuning. Perlu diketahui ajaran PSHT sendiri sejatinya mempunyai maksud mendidik manusia, khususnya para anggota agar berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan bertujuan ikut mamayu hanyuning bawana. Hal ini bisa dilihat dalam AD/ART PSHT Bab IV Pasal 5 ayat 1 dan 2. Lebih dalam lagi tentang ajaran di PSHT juga bisa dilihat pada Mukadimah yakni mengajak warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani guna menemukan Sang Mutiara Hidup Bertahta. Untuk itu jika ada orang atau kelompok yang melakukan kecurigaan terhadap PSHT ikut kelompok ektrim kiri menjadi tertolak. Selanjutnya bersama istrinya Soemini, Santoso dikarunia 11 anak di antaranya yakni:

  1. Susanto Pudyodarmo
  2. Suseno Darmosasono
  3. Suwignyo Dibyomartono
  4. Suyudi Purboyono (disahkan bersama RM. Imam Koesupangat)
  5. Sundari Miliarti
  6. Sulistyo Budiharjo
  7. Sutopo Risharyono
  8. Suci Lestari Rahayu
  9. Subandrio Hervin Ismoko
  10. Nanang Sudiro Edisartono
  11. Meninggal pada saat lahir.

No comments:

Post a Comment